• header1
  • header2

Selamat Datang di Website MIN 1 BANYUWANGI. Madrasah Inovatif, Kompetitif dan Berkualitas. Terima Kasih Kunjungannya

Pencarian

Kontak Kami


MIN 1 BANYUWANGI

NPSN : 60715858

Jl. Ikan Wijinongko No. 10 Sobo Banyuwangi


[email protected]

TLP :


          

Banner

Jajak Pendapat

Bagaimana pendapat anda mengenai web sekolah kami ?
Sangat bagus
Bagus
Kurang Bagus
  Lihat

Statistik


Total Hits : 165580
Pengunjung : 77069
Hari ini : 121
Hits hari ini : 204
Member Online : 0
IP : 216.73.216.175
Proxy : -
Browser : Gecko Mozilla

Status Member

Saatnya Guru Berubah: Deep Learning Sebagai Jalan Baru Pendidikan Bermakna




Saatnya Guru Berubah: Deep Learning Sebagai Jalan Baru Pendidikan Bermakna

oleh

Mohammad Haris Jamroni

 

Deep Learning: Belajar Cerdas, Mengajar Makin Gampang?

Dunia pendidikan Indonesia kembali diwarnai dengan istilah baru yang mulai ramai diperbincangkan: deep learning, atau pembelajaran mendalam. Istilah ini mengemuka seiring dengan peluncuran Kurikulum Merdeka yang membawa semangat baru dalam proses pembelajaran yang lebih fleksibel dan kontekstual.

Tapi, apa sebenarnya deep learning itu? Dan mengapa istilah ini menjadi penting dalam wacana pendidikan kita hari ini?

 

Bukan Kurikulum Baru, Tapi Cara Belajar yang Lebih Dalam

Deep learning bukanlah jenis kurikulum baru, melainkan sebuah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada tiga elemen utama:

  1. Mindful (kesadaran) – siswa diajak untuk sadar akan proses belajarnya.
  2. Meaningful (bermakna) – materi pembelajaran harus relevan dengan kehidupan siswa.
  3. Durable (berkelanjutan) – pembelajaran tidak hanya cepat dipahami, tetapi juga bertahan lama dalam ingatan dan dapat diterapkan dalam kehidupan nyata.

Pendekatan ini menempatkan peserta didik sebagai subjek aktif. Mereka tidak hanya menghafal materi, tetapi dilatih untuk berpikir kritis, kreatif, dan mampu berkolaborasi — kompetensi yang sangat dibutuhkan di abad ke-21.

 

Tujuan yang Mulia, Tantangan yang Nyata

Tujuan dari deep learning ini begitu mulia: mempersiapkan generasi muda Indonesia agar tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga siap menghadapi tantangan global. Namun, tentu saja implementasinya tidak semudah membalik telapak tangan.

Beberapa tantangan nyata di lapangan di antaranya:

  • Minimnya pemahaman guru dan tenaga pendidik tentang konsep pembelajaran mendalam.
  • Kebiasaan lama dalam metode ceramah yang sulit diubah.
  • Keterbatasan infrastruktur dan sumber daya, terutama di sekolah-sekolah di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
  • Minimnya pelatihan dan pendampingan berkelanjutan.

 

Guru Tidak Sendiri: Peran Kepala Sekolah dan Pengawas Sangat Vital

Salah satu pernyataan yang patut digarisbawahi dalam program refleksi bertajuk "Deep Learning: Belajar Cerdas, Ngajar Makin Gampang", yang digagas oleh Pusbangkom SDM Pendidikan dan Keagamaan Kementerian Agama, adalah:

"Guru adalah garda terdepan dalam implementasi kurikulum. Oleh karena itu, kepala sekolah dan pengawas harus memberikan dukungan penuh, baik dalam bentuk pelatihan maupun pendampingan."

Dengan kata lain, guru tidak bisa dibiarkan berjuang sendiri. Kepala madrasah/sekolah dan pengawas pendidikan harus tampil sebagai pengarah, pembimbing, sekaligus motivator dalam proses transisi ini.

 

Menuju Pembelajaran yang Bermakna dan Berdaya Guna

Penerapan deep learning membutuhkan perubahan paradigma — dari sekadar “mengajar” menjadi “memfasilitasi belajar”. Proyek-proyek sederhana, eksplorasi, diskusi, dan refleksi harus menjadi bagian dari kelas, bukan hanya tugas rumah atau penilaian akhir.

Di sinilah tantangan sekaligus peluang besar pendidikan kita. Dengan semangat gotong royong antara guru, kepala sekolah, pengawas, dan pemerintah, deep learning bukan mustahil untuk diterapkan secara bertahap di semua satuan pendidikan.

 

Penutup

Transformasi pendidikan bukan tentang mengganti buku teks atau istilah-istilah saja, tetapi tentang membangun budaya belajar yang bermakna dan berkelanjutan. Deep learning membuka ruang bagi pendidikan yang lebih manusiawi, lebih kontekstual, dan lebih siap menghadapi dunia nyata.

Kini saatnya kita bergeser dari “mengajar supaya anak tahu”, menjadi “mendidik supaya anak bisa berpikir, merasa, dan bertindak bijak.”

 




Share This Post To :

Kembali ke Atas

Artikel Lainnya :





   Kembali ke Atas